Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
dari Masa ke Masa

Sejarah pariwisata di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak era penjajahan Belanda. Pada sekitar 1910- 1920, pemerintah Belanda membentuk Vereeneging Toesristen Verker (VTV) yang memfasilitasi orang- orang dari Benua Eropa yang ingin berwisata ke Indonesia.

Pasca pendudukan Jepang dan setelah meraih kemerdekaan, pemerintah Indonesia mulai berjuang menghidupkan industri-industri yang mendukung perekonomian, salah satunya pariwisata.

Pengelolaan sektor pariwisata mulai dikembangkan ke dalam struktur pemerintahan sejak tahun 1959 di bawah Kementerian Muda Perhubungan Darat, Pos, Telegraf dan Telepon yang dipimpin oleh Menteri Djatikusumo dalam Kabinet Kerja Soekarno. Djatikusumo menjabat hingga 1963.

Selama kurang lebih tiga dekade, nama Lembaga yang bertugas menyelenggarakan hal-hal kepemerintahan di bidang pariwisata mengalami transformasi. Setelah Djatikusumo, tongkat estafet diteruskan oleh oleh sejumlah menteri lain di antaranya Hidajat Martaatmadja (1963-1966), Soerjadi Soerjadarma (1966), Hamengkubuwono IX (1966), dan S.H. Simatupang (1966).

Perlahan namun pasti, selama itu pula industri pariwisata tanah air mulai berkembang dan jumlah wisatawan mancanegara yang berplesir ke Indonesia terus tumbuh.

Tahun 1969, ketika jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 86.000 orang, Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden RI No. 9 tentang Pedoman Pembinaan Pengembangan Kepariwisataan Nasional.

Instruksi presiden ini sekaligus menandai bermulanya pengembangan pariwisata secara formal. Upaya- upaya pengembangan pariwisata disebutkan dalam pasal 4:

  • Memelihara/membina keindahan dan kekayaan alam serta kebudayaan masyarakat Indonesia sebagai daya tarik kepariwisataan
  • Menyediakan/membina fasilitas-fasilitas transportasi, akomodasi, entertainment dan pelayanan pariwisata lainnya yang diperlukan, termasuk pendidikan kader
  • Menyelenggarakan promosi kepariwisataan secara aktif dan efektif di dalam maupun di luar negeri
  • Mengusahakan kelancaran formalitas-formalitas perjalanan dan lalu-lintas para wisatawan dan demikian menghilangkan unsur-unsur yang menghambatnya
  • Mengarahkan kebijaksanaan dan kegiatan perhubungan, khususnya perhubungan udara, sebagai sarana utama guna memperbesar jumlah dan melancarkan arus wisatawan.

Tahun berikutnya, 1970, pemerintah berusaha menggenjot sektor pariwisata dengan membentuk Bali Tourist Development Corporation (BDTC). Kala itu, Bali menjadi pilot project pengembangan pariwisata Indonesia sebab jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Bali melebihi wilayah Indonesia lainnya.

Namun demikian, pemerintah sudah menyadari bahwa pengembangan pariwisata tidak bisa hanya dilakukan di Pulau Bali. Oleh sebab itu, dalam kurun 1970 hingga 1980, promosi pariwisata Indonesia digaungkan dengan jargon-jargon seperti “Indonesia, there is more to it than Bali”, “Indonesia, Bali and Beyond”, serta “Indonesia, Bali plus Nine”.

Sejarah Kementerian

Klik tahun untuk melihat detail
1983
Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi (Depparpostel)
1998
Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya (Depparsenibud)
1999
Kementerian Negara Pariwisata dan Kesenian (Kemengparsen)
2001
Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenegbudpar)
2005
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar)
2009
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar)
2011
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
2014
Kementerian Pariwisata (Kemenpar)
2019
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)
Klik selanjutnya untuk melihat lebih lengkap
KOMPAS/JB SURATNO (RAT)
Achmad Tahir
(1983-1988)

Sebelum 1983, sektor pariwisata dikelola oleh direktorat di bawah kementerian atau departemen yang mengurus perhubungan. Baru di tahun ini, kepariwisataan dipisahkan dan didirikan sebagai Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi dengan Achmad Tahir sebagai menterinya.

Salah satu kebijakan yang dibuat di masa Achmad Tahir untuk menarik wisatawan mancanegara plesiran ke Indonesia adalah Keputusan Presiden No.15 Tahun 1983. Keppres ini menetapkan kebijakan bebas visa bagi warga negara dari 26 negara. Dalam Keppres tersebut, disebutkan pula 9 bandar udara serta 7 pelabuhan taut sebagai pintu masuk wisatawan ke Indonesia.

Tak hanya untuk menggenjot jumlah wisatawan, menurut Achmad Tahir kebijakan ini juga merupakan langkah strategis untuk memikat para penanam modal untuk pengembangan fasilitas pariwisata. Di kemudian hari, langkah ini berhasil membuka kesempatan lebih luas bagi para perajin dan pengusaha jasa pariwisata untuk menjalankan roda ekonomi.

KOMPAS/JB SURATNO (RAT)
Soesilo Soedarman
(1988-1993)

Selama menjabat sebagai menteri di Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, program unggulan sekaligus terobosan yang dicanangkan Soesilo Soedarman adalah Visit Indonesia Year di tahun 1991. Sejak saat itu pula, Indonesia semakin rutin menjalankan promosi pariwisata ke luar negeri.

Program unggulan lain yang digagas Soesilo Soedarman yang bahkan masih bergaung hingga saat ini adalah Sapta Pesona. Melalui Keputusan Menparpostel tahun 1989, Soesilo Soedarman memperkenalkan program kampanye pariwisata yang dilambangkan dengan matahari bersinar dengan tujuh unsur: keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahan dan kenangan.

Melalui kampanye ini, pemerintah mendorong keterlibatan masyarakat dalam upaya mendorong pariwisata di Indonesia. Masyarakat yang hidup di area wisata diharapkan mampu menciptakan suasana yang aman, tertib, bersih, sejuk karena lingkungan hidup yang asri, indah, menerima wisatawan dengan ramah sehingga menciptakan kenangan yang indah.

Di masa kepemimpinannya pula Gedung Sapta Pesona mulai dibangun. Peletakan batu pertama dilakukan pada 20 November 1991.

KOMPAS/JB SURATNO (RAT)
Joop Ave
(1993-1998)

Di bawah komando Joop Ave sebagai Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi sejak 1993 hingga 1998, industri pariwisata Indonesia berhasil tumbuh signifikan. Berdasarkan data Bappenas, dalam periode 1993/94 hingga 1996/97, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara meningkat dari 3,4 juta menjadi 5,06 juta. Penerimaan devisa di periode tersebut juga bertambah dari US$ 3,98 miliar menjadi US$ 6,34 miliar.

Dikenal sebagai sosok yang visioner, pria yang kerap dijuluki sebagai “Bapak Pariwisata Indonesia” ini juga giat mendorong pembangunan hotel dan gedung konvensi yang merupakan cikal bakal berkembangnya industri Meeting, Incentive, Conference dan Exhibition (MICE), sehingga Indonesia dapat secara aktif dan berkesinambungan menjadi tuan rumah berbagai pertemuan internasional.

Joop Ave juga memiliki perhatian begitu besar pada budaya Indonesia. Ia meyakini bahwa kecantikan alam dan budaya Indonesia adalah pintu masuk untuk memperkenalkan bangsa ini pada dunia. Pada 1993, Joop Ave bersama pematung legendaris asal Bali, Nyoman Nuarta, menggagas pembangunan patung Garuda Wisnu Kencana di Jimbaran, Bali. Patung GWK, yang diresmikan tahun 2018, kini menjadi salah satu primadona pariwisata Pulau Dewata.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO (DS)
Abdul Latief
(1998-1998)

Abdul Latief dilantik sebagai Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya oleh Presiden Soeharto. Namun, ia hanya menjabat selama sekitar 3 bulan, yakni sejak 16 Maret hingga 21 Mei 1998. Pada 17 Mei 1998 ia mengirimkan surat pengunduran diri dari jabatannya

di kabinet Pembangunan VII. Di tahun tersebut, Indonesia mengalami pergolakan politik. Pengunduran diri Abdul Latief terjadi hanya berselang beberapa waktu dengan lengsernya Presiden Soeharto.

KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
Marzuki Usman
(1998-1999)

Marzuki Usman merupakan seorang ekonomi (ekonom) yang ditunjuk oleh Presiden B.J. Habibie sebagai Menteri Negara Pariwisata, Seni dan Budaya di Kabinet Reformasi Pembangunan. Ia dilantik di bulan Mei 1998 dan menyelesaikan masa kerja September 1999.

Pada masa itu, Indonesia masih dalam Dekade Kunjungan Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, tahun 1998 dan 1999 sebanyak masing-masing 4,6 juta dan 4,7 juta wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia.

Source : Kemenparekraf
Hidayat Jaelani
(1999-2000)

Sebelum Hidayat Jaelani dilantik, posisi Menteri Pariwisata dan Kesenian sempat dijabat oleh Giri Suseno Hadihardjono selama sebulan di tahun 1999, tepatnya sejak September hingga Oktober.

Hidayat Jaelani menduduki jabatan ini setelah dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid di bulan Oktober dan berakhir pada Agustus 2000.

Meski kondisi politik dan pemerintahan belum stabil, Indonesia masih berhasil menarik minat lebih banyak turis mancanegara untuk plesiran ke Indonesia. Tahun 2000, Indonesia menerima 5 juta wisatawan dari luar negeri.

KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
I Gede Ardhika
(2000-2004)

I Gede Ardhika menggantikan posisi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata saat jabatan presiden masih diampu oleh Abdurrahman Wahid. Namun demikian, ia dapat bertahan di posisi tersebut setelah presiden berganti menjadi Megawati Soekarnoputri di tahun 2001.

Selama ia menjabat, terjadi tiga insiden pemboman di Tanah Air – Bom Bali 2002, JW Marriot 2003 dan Kedutaan Besar Australia 2004. Hal tersebut bukan hanya menjatuhkan banyak korban, tetapi juga mengorbankan industri pariwisata sebab banyak negara mengeluarkan larangan perjalanan ke Indonesia.

Menurut data BPS, pada tahun 2002, jumlah wisatawan mancanegara yang telah menyentuh angka 5 juta orang , turun merosot ke 4,4 juta di tahun 2003 yang kemudian Kembali mengalami kenaikan di tahun 2004 menjadi 5 juta orang. Alhasil , hal ini pun berdampak dengan naik turunnya pendapatan negara sebesar US$ 4 miliar dari devisa tersebut.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG (MYE)
Jero Wacik
(2004-2009, 2009-2011)

Perlahan namun pasti, sektor pariwisata Indonesia bangkit. Jero Wacik menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata di kedua periode pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni di Kabinet Indonesia Bersatu dan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.

Di awal masa jabatannya di periode pertama, tepatnya tahun 2005, kepariwisataan Indonesia kembali diguncang krisis pasca peristiwa Bom Bali II. Namun demikian, denyut pariwisata segera hidup lagi setelahnya.

Pada 2008, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menghidupkan kembali program Visit Indonesia Year yang sempat mati suri. Langkah ini meningkatkan kunjungan turis asing ke Indonesia sekaligus memperingati 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional.

Dengan anggaran sebesar Rp 200 miliar, ia mengklaim program tersebut berhasil, dilihat dari target devisa yang terlampaui. Yang semula diharapkan US$ 6,7 miliar, ternyata mencapai US$ 7,5 miliar. Di antara periode pertama dan kedua, jabatan Menteri Pariwisata sempat diampu oleh Muhammad Nuh selama 20 hari.

Dalam periode keduanya, Jero berperan dalam proses UNESCO mengakui keris, wayang, batik, angklung, tari saman dan subak sebagai warisan budaya dunia dari Indonesia.

Tahun 2011, Jero Wacik meluncurkan Wonderful Indonesia. Waktu itu, promosi pariwisata Indonesia semakin gencar hingga merambah dunia perfilman global. Film berjudul Eat, Pray, Love yang dibintangi Julia Robert menampilkan keindahan Bali. Selain itu, reality show asal Prancis berjudul Koh Lanta juga melakukan syuting di Indonesia, tepatnya di Raja Ampat, Papua Barat.

Source : Kemenparekraf
Mari Elka Pangestu
(2011-2014)

Setelah sebelumnya menjabat sebagai Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu ditunjuk oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Jero Wacik. Saat itu, Jero Wacik beralih menduduki posisi menteri di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Meski hanya menjabat tiga tahun, Mari mampu terus menggenjot jumlah wisatawan mancanegara dan pendapatan devisa negara dari pariwisata. Sejak 2011 hingga 2014, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif perempuan pertama ini mampu meningkatkan jumlah turis asing dari 7,6 juta menjadi 8 juta dan 8,8 juta. Adapun devisa negara tumbuh dari US$ 8,5 miliar, menjadi US$ 9,1 miliar dan US$ 10 miliar dalam periode yang sama.

Dalam periode ini pula, industri ekonomi kreatif semakin mendapat perhatian dari pemerintah.

KOMPAS/RIZA FATHONI (RZF)
Arief Yahya
(2014-2019)

Kepariwisataan Indonesia meraih berbagai capaian penting di bawah kepemimpinan Arief Yahya sebagai Menteri Pariwisata. Indeks daya saing pariwisata Indonesia berdasarkan World Economic Forum terus meningkat. Dari peringkat 50 di tahun 2015, Indonesia naik perlahan ke posisi 42 di tahun 2017 dan 40 di tahun 2019.

Sektor pariwisata juga berhasil menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara. Angkanya tumbuh dari 12,2 miliar dollar AS pada 2015, US$ 13,6 miliar tahun 2016 US$ dan 15 miliar pada 2017.

Sejumlah penghargaan juga berhasil diraih. Tahun 2019, Indonesia memenangkan 11 penghargaan dari 4 kategori pada ajang ASEAN Tourism Award 2019. Indonesia dan Malaysia ditetapkan sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia 2019 oleh Global Muslim Travel Index (GMTI).

Sepanjang 2014-2019, Kementerian Pariwisata memperkenalkan “10 Bali Baru” sebagai program unggulannya. Sepuluh Bali baru tersebut yaitu Danau Toba di Sumatera Utara, Tanjung Kelayang di Bangka

BIRO KOMUNIKASI
Wishnutama Kusubandio
(2019-2020)

Sejak dilantik menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama memperkenalkan misi utamanya untuk memajukan sektor pariwisata di Indonesia melalui lima destinasi super prioritas. Kelima destinasi tersebut adalah Danau Toba di Sumatra Utara, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Manado di Sulawesi Utara, Borobudur di Jawa Tengah dan Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.

Pada Kabinet Indonesia Maju di bawah Presiden Joko Widodo, Kementerian Pariwisata kembali menangani urusan ekonomi kreatif. Sebelumnya, sektor ekonomi kreatif dikelola oleh Badan Ekonomi Kreatif.

Di tahun pertama masa jabatannya, Wishnutama diuji dengan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni pandemi COVID-19. Beragam rencana pengembangan harus ditunda untuk memprioritaskan kesehatan.

Namun demikian, pertengahan 2020, Kemenparekraf memperkenalkan program Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE) sebagai bentuk adaptasi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di masa pandemi. CHSE juga menjadi faktor penting dari pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif agar lebih berkelanjutan.

Selain itu, ke depan, pengembangan industri pariwisata dan ekonomi kreatif akan lebih berorientasi pada kualitas dan bukan kuantitas sehingga salah satu strateginya sektor pariwisata akan menyasar segmen wisatawan dengan tingkat pengeluaran tinggi. Sedangkan di sektor ekonomi kreatif, pengembangan produk ekspor yang berdaya saing akan semakin ditingkatkan.

Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang menteri, Wishnutama didampingi oleh seorang wakil, Angela Tanoesoedibjo.

SUMBER: BIRO KOMUNIKASI
Sandiaga Uno
(2020-sekarang)

Pada saat melakukan reshuffle pada jajaran menteri dalam kabinetnya, Presiden Jokowi memutuskan untuk menunjuk Sandiaga Uno untuk menggantikan posisi Wishnutama sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pada kesempatan berjumpa dengan media seusai pelantikan pada Rabu, 23 Desember 2020, Sandiaga mengatakan akan meneruskan program-program yang telah dicanangkan oleh Wishnutama dan fokus pada upaya-upaya membangkitkan industri pariwisata dan ekonomi kreatif pasca dilanda krisis akibat pandemi COVID-19.

Profil Menteri

Klik foto untuk melihat detail

Achmad Tahir
Soesilo Soedarman
Joop Ave
Abdul Latief
Marzuki Usman
Giri Suseno Hadihardjono
Hidayat Jaelani
I Gede Ardhika
Jero Wacik
Mohammad Nuh
Sapta Nirwandar
Mari Elka Pangestu
Sapta Nirwandar
Arief Yahya
Wishnutama Kusubandio
Angela Tanoesoedibjo
Sandiaga Uno

Perjalanan logo Wonderful Indonesia

Kemenparekraf Saat ini

Paradigma pembangunan pariwisata menuju quality tourism

Estafet kepemimpinan Kementerian Pariwisata resmi dimandatkan kepada menteri Wishnutama Kusubandio pada bulan Oktober 2019 setelah seremonial serah terima jabatan dari menteri terdahulu, Arief Yahya.

Bersamaan dengan menjabatnya Wishnutama, Kementerian Pariwisata juga resmi berubah menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang sekaligus menandai peleburan antara pengembangan pariwisata dengan industri kreatif di Indonesia. Kedua sektor yang saling berkaitan erat satu sama lain dan dipercaya masih menyimpan banyak potensi yang jika dikelola lebih baik bisa meningkatkan kontribusi ekonomi terhadap ketahanan nasional.

SUMBER: BIRO KOMUNIKASI

Di bawah kepemimpinan Wishnutama, arah dan strategi pengembangan pariwisata berfokus pada pariwisata berkualitas (quality tourism). Dalam banyak kesempatan Wishnutama terus menyebutkan betapa pentingnya Indonesia melakukan transisi dari quantity tourism, mass tourism ke quality tourism. Dari yang sebelumnya mengejar angka kunjungan, ke pariwisata berkualitas yang memfokuskan pada meberikan pengalaman berkesan, unik dan terbaik bagi wisatawan yang dipercaya lebih efektif untuk menarik devisa lebih besar.

“Kita harus berhenti berbicara soal quantity dan harus lebih fokus pada quality, karena quality tourism inilah yang akan betul-betul membawa devisa ke negeri ini dan itu akan membawa dampak positif ke Indonesia. Quality Tourism juga akan lebih peduli dengan pelestraian budaya, perlindungan alam,” Wishnutama dalam sebuah kesempatan pada bulan November tahun lalu.

Menurut Wishnutama Indonesia memiliki banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan menjadi quality tourism. Salah satunya adalah melalui penyelenggaraan world-class events yang dikerjakan secara profesional and disajikan dengan penuh kreatifitas. World-class events dan MICE (Meetings, Incentives, Convention and Exhibition) terbukti bisa menarik high quality and high spending tourists di Indonesia beberapa tahun terakhir, seperti perhelatan Asian Games pada tahun 2018 dan perhelatan IMF-World Bank Annual Meeting di Bali pada tahun 2018.

Untuk itulah perhelatan event kelas dunia disiapkan untuk menjadi salah satu prioritas di sektor pariwisata pada lima tahun ke depan.

Akhir tahun lalu, Indonesia juga memperkenalkan Pariwisata Kebugaran dan Jamu (Wellness and Jamu Tourism) yang juga dipercaya bisa mendatangkan high-spending tourist. Menurut Wishnutama jenis pariwisata seperti wellness tourism yang menawarkan kearifan lokal Indonesia seperti wisata jamu dan spa tradional merupakan jenis wisata yang unik dan bisa menjadi pariwisata berkualitas karena menawarkan pengalaman yang berbeda kepada wisatawan.

Pengembangan desa wisata, ecotourism yang menjunjung tinggi pedoman keberlanjutan (sustainability), juga menjadi potensi yang ingin dikembangkan di masa kepemimpinan Wishnutama sebagai motor quality tourism. Untuk itulah pemerintah bertekat mengembangkan lebih banyak desa wisata tentunya dengan berpegang teguh pada nilai keberlanjutan dan konservasi pada budaya dan lingkungan.

Di masa pandemi COVID-19, paradigma pembangunan wisata quality tourism menjadi lebih relevan dan penting. Di masa depan, tren pariwisata diprediksi akan banyak bergeser dari mass tourism ke sustainable tourism yang memperhatikan carrying capacity dan memungkinkan wisatawan untuk menjaga jarak satu sama lain. Wisatawan juga diprediksi akan lebih memilih pariwisata berbasis alam dan wisata yang mampu memberikan pengalaman berkesan bagi mereka tapi tetap dengan penerapan protokol kesehatan.

“Kita harus berhenti berbicara soal quantity dan harus lebih fokus pada quality, karena quality tourism inilah yang akan betul-betul membawa devisa ke negeri ini dan itu akan membawa dampak positif ke Indonesia.”

Wishnutama Kusubandio

Di bawah kepemimpinan Wishnutama, masa pandemi ini dijadikan sebagai momentum bagi sektor pariwisata untuk berbenah dan memperbaiki kualitasnya terutama dalam hal higienitas dan kesehatan.

Kemenparekraf saat ini mewajibkan seluruh destinasi wisata, pelaku industri pariwisata untuk selalu menerapkan Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE) di masa new normal sebagai bentuk adaptasi sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di masa pandemi. Program CHSE berlaku untuk berbagai bidang usaha termasuk hotel, restoran/rumah makan, pondok wisata/homestay, objek wisata, desa wisata, arung jeram, selam dan lapangan golf.

Hasil yang diharapkan dari penerapan program CHSE adalah pemberian sertifikasi kepada hotel, restoran atau bidang usaha lain yang memenuhi CHSE. Sertifikasi bisa menjadi jaminan kepada wisatawan dan masyarakat, bahwa produk dan pelayanan yang diberikan sudah memenuhi protokol kesehatan, kebersihan, kesehatan, keselamatan.

Dengan adanya sertifikasi CHSE, masyarakat tidak perlu lagi merasa khawatir untuk melakukan kegiatan wisata. Dengan kata lain, CHSE menjadi faktor terpenting dari pengembangan quality tourism selama masa pandemi Covid-19, bahkan setelah pandemi berlalu.

Kemenparekraf juga meluncurkan Standard Operating Procedure (SOP) yang wajib diterapkan berbagai stakeholder di industri wisata dan ekonomi kreatif mulai dari hotel, restoran, tempat wisata untuk memastikan mereka menerapkan CHSE.

Shutterstock/Donnchans

Di sektor ekonomi kreatif, Kemenparekraf juga memperkenalkan gerakan bertajuk #BeliKreatifLokal. Gerakan ini bertujuan untuk membantu para pelaku usaha di bidang industri kreatif seperti fesyen, kuliner and kriya untuk bangkit kembali setelah terdampak oleh pandemi.

Dalam gerakan #BeliKreatifLokal, Kemenparekraf menggandeng sejumlah pihak seperti Blibli, Gojek, Grab, Bukalapak, Tokopedia and Shopee, Blue Bird dan KontrakHukum. Kerja sama yang dilakukan meliputi penyaluran penjualan produk melalui platform transportasi daring dari seperti Gojek dan Grab, hingga marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak. Dalam Gerakan ini, para pelaku usaha kreatif juga akan dibantu untuk melakukan co-branding hingga pendampingan konsultasi hukum untuk pendirian badan hukum usaha.

Di tengah pandemi COVID-19, pembangunan destinasi pariwisata prioritas juga masih terus berjalan. Pembangunan sarana prasarana dan aksesibilitas di lima destinasi super prioritas masih terus berjalan yaitu di Labuan Bajo, Borobudur, Danau Toba, Mandalika dan Likupang. Kelima destinasi super prioritas diharapkan mampu menjadi pendorong perkembangan wisata Indonesia di masa depan.

(Sumber: Kemenparekraf)

Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sendiri menjadi hal yang dipercaya mampu berkontribusi lebih banyak lagi ke PDB nasional dengan potensinya yang masih sangat besar. Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang indah, namun juga memiliki kekayaan budaya dan kearifan lokal yang beragam mulai dari kuliner nusantara, musik, seni pertunjukan. Dengan lebih dari 199 tarian, 724 bahasa daerah dan 1.340 suku bangsa, Indonesia jelas memiliki daya tarik luar biasa bagi wisatawan dalam hal wisata budaya.

Sementara itu diversifikasi produk dan destinasi wisata yang saat ini sedang dikembangkan lewat destinasi super prioritas di luar Bali, tentu akan menjadi strategi jitu untuk menarik lebih banyak wisatawan mancanegara ke Indonesia. Dengan pariwisata yang semakin berkembang, industri kreatif yang mengelilingi pariwisata juga diharapkan bisa berkembang lagi terlebih dengan keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus pariwisata di Indonesia.